Universitas Samudra Berikan Pendampingan Pokdatan Laot Berjaya Aceh Tamiang

LANGSA – Untuk meningkatkan pendapatan dari hasil produksi kepiting bakau, tim dosen Universitas Samudra melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Produk (PKMB) tahun 2025 dengan memberikan pendampingan usaha penangkaran dan pembesaran kepiting bakau di tambak tradisional Pokdakan Laot Berjaya, Desa Lubuk Damar, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.

Tim pengabdian yang terdiri dari Dr. Agus Putra AS, S.Pi., M.Sc., didampingi Cut Gustina, S.P., M.Agr., dan Dr. Afrah Junita, S.E., M.Pd., menjelaskan bahwa pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani-nelayan anggota Pokdakan tersebut. Program ini terintegrasi dengan kegiatan KKN mahasiswa Universitas Samudra yang turut melibatkan Penyuluh Perikanan Kecamatan Seruway, Tri Rahmani, serta masyarakat setempat.

Dr. Agus Putra, Ahli Budidaya Perairan lulusan National Taiwan Ocean University, menjelaskan bahwa kepiting bakau merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Aceh. Desa Lubuk Damar, khususnya Kecamatan Seruway, memiliki potensi besar untuk budidaya komoditas ini. Wilayah tersebut berbatasan langsung dengan laut dan telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan budidaya perikanan sejak 2018, sekaligus dikenal sebagai sentra produksi kepiting soka. Sebagian besar petani tambak di daerah ini membudidayakan kepiting bakau dengan rata-rata luas lahan sekitar 7 hektare per petani.

Selain itu, Desa Lubuk Damar memiliki area budidaya kepiting terbesar di Kecamatan Seruway, yakni seluas 10 hektare. Pokdakan Laot Berjaya merupakan kelompok pemula beranggotakan 12 orang, dengan masing-masing anggota mengelola tambak seluas 2 hektare. “Meskipun potensi yang dimiliki cukup baik, produksi kepiting bakau yang dihasilkan masih belum optimal, meskipun jumlah petani terus bertambah. Padahal, komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan termasuk produk ekspor,” ujar Dr. Agus Putra.

Ia menambahkan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan motivasi yang kuat dalam pengelolaan budidaya pembesaran kepiting bakau, mengingat tujuan utama adalah memperoleh keuntungan. Selain itu, inovasi teknologi tepat guna (TTG) juga dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Dalam kegiatan pengabdian ini, TTG yang diterapkan adalah pemanfaatan pipa paralon sebagai media pemeliharaan di tambak tradisional. Pipa paralon yang digunakan disesuaikan dengan ukuran kepiting yang dibudidayakan: diameter 4–6 inci untuk kepiting kecil dan 8–10 inci untuk kepiting besar. Teknologi ini membantu mengoptimalkan ruang, memudahkan pengelolaan, serta menciptakan lingkungan yang nyaman bagi kepiting selama proses pembesaran dan pematangan telur.

Pipa paralon berfungsi sebagai tempat persembunyian yang penting untuk mengurangi agresivitas dan kanibalisme antar individu, terutama pada fase molting (pergantian cangkang). Selain meningkatkan kelangsungan hidup, teknologi ini juga hemat biaya, ramah lingkungan, mengurangi stres pada kepiting, serta tahan lama dan ekonomis.

Sementara itu, Dr. Afrah Junita, S.E., M.Pd., memaparkan bahwa pendapatan anggota Pokdakan masih tergolong rendah, yaitu berkisar Rp800.000 hingga Rp1.000.000 per bulan per individu. Kondisi ini jauh dari ideal karena belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurutnya, rendahnya pendapatan tersebut disebabkan oleh tingginya biaya produksi, seperti pembelian benih, pakan, obat-obatan, serta biaya operasional (listrik dan transportasi). Beban finansial semakin berat ketika hasil panen tidak sesuai harapan.

Selain itu, harga jual kepiting yang fluktuatif dan dipengaruhi faktor pasar yang sulit diprediksi menambah tantangan dalam usaha budidaya kepiting bakau. “Semoga kegiatan PKM dosen Universitas Samudra ini dapat memberikan manfaat nyata dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat,” tutup Dr. Afrah Junita.

Scroll to Top